Dalam "Moralitas untuk Gadis Cantik," MMA Ramotswe merenungkan perlakuan temannya terhadap pelayannya, mencatat bahwa sementara temannya umumnya baik kepada keluarganya, dia tidak memiliki empati terhadap karyawannya. Perilaku ini, menurutnya, berasal dari ketidaktahuan daripada jahat. Ini menyoroti kegagalan untuk mengenali dan menghargai perasaan dan aspirasi orang lain, yang dapat menyebabkan kerusakan yang tidak disengaja.
Wawasan MMA Ramotswe menekankan bahwa moralitas sejati dimulai dengan memahami orang lain. Jika seseorang dapat membayangkan diri mereka dalam situasi orang lain dan memahami emosi mereka, dengan sengaja menyebabkan kesusahan menjadi tidak terpikirkan. Perspektif ini menunjukkan bahwa empati merupakan dasar bagi perilaku etis, karena menimbulkan rasa sakit pada orang lain terasa mirip dengan rasa sakit pada diri sendiri.