Oh tidak, katanya, masih tersenyum; Matanya menuangkan dengan cahaya, belas kasihan. Dia mengerti bagaimana perasaannya, bahwa ini bukan hanya dorongan hati. Tapi jawabannya masih tidak, dan, dia tahu, itu akan selalu
(Oh no, she said, still smiling; her eyes poured over with light, that of compassion. She understood how he felt, that this was not an impulse only. But the answer was still no, and, he knew, it would always)
Dalam Philip K. Dick "The Three Stigmata of Palmer Eldritch," momen pedih terjadi ketika karakter, meskipun dipenuhi dengan belas kasih dan pengertian, harus menolak permintaan. Senyum hangat dan mata ekspresifnya mengungkapkan empati yang mendalam terhadap perasaan orang lain, menunjukkan bahwa dia memahami intensitas emosinya. Namun, pemahaman ini tidak mengubah keputusannya; Dia tetap teguh dalam penolakannya.
Adegan ini mencerminkan interaksi emosional yang kompleks, menekankan bahwa bahkan dengan belas kasih, beberapa pilihan tetap tegas. Konflik internal karakter menyoroti tantangan koneksi manusia dan batas -batas sulit yang sering dihadapi dalam hubungan. Pada akhirnya, jawabannya jelas, tetapi alasan di baliknya beresonansi dalam dalam kedua karakter.