Prajurit yang melihat semuanya dua kali mengangguk lemah dan tenggelam kembali di tempat tidurnya. Yossarian juga mengangguk lemah, mengincar teman sekamarnya yang berbakat dengan kerendahan hati dan kekaguman. Dia tahu dia ada di hadapan seorang tuan. Teman sekamarnya yang berbakat jelas adalah orang yang akan dipelajari dan ditiru. Pada malam hari, teman sekamarnya yang berbakat meninggal, dan Yossarian memutuskan bahwa dia telah mengikutinya cukup jauh.
(The soldier who saw everything twice nodded weakly and sank back on his bed. Yossarian nodded weakly too, eyeing his talented roommate with great humility and admiration. He knew he was in the presence of a master. His talented roommate was obviously a person to be studied and emulated. During the night, his talented roommate died, and Yossarian decided that he had followed him far enough.)
Dalam perikop ini dari "Catch-22," Yossarian mengamati seorang prajurit yang telah mengalami kehidupan yang mendalam, mengakui bakat dan ketahanannya. Prajurit ini, yang telah melihat realitas perang yang keras, mewakili sosok kebijaksanaan dan kekuatan yang menurut Yossarian harus dikagumi dan dipelajari. Koneksi menunjukkan ikatan mendalam yang terbentuk di bawah tekanan keadaan mereka, menyoroti tema persahabatan dan kelangsungan hidup dalam konteks konflik.
Tragisnya, seiring berjalannya malam, teman sekamar yang berbakat berlalu, mendorong Yossarian untuk merenungkan sifat hidup yang singkat dan perjalanannya sendiri. Momen ini menjadi titik balik baginya, yang mengarah pada kesadaran bahwa ia tidak dapat lagi mengikuti jalan orang lain secara membabi buta. Sebaliknya, ia mengakui perlunya mengukir arahnya sendiri dalam kekacauan perang, menekankan eksplorasi individualitas buku di tengah absurditas kehidupan militer.