Saya hanya merasa sedih karena saya gagal. Kesedihan-dan bukan kebencian untuk ibu saya mengatakan bahwa kebencian adalah yang paling mudah terlihat dari semua emosi yang berdosa, tetapi kesedihan dapat meningkatkan rasa manis dan daya tarik seseorang. Kebencian, kata Permaisuri, seperti ular yang bersarang di dada, dan itu dapat mengubah dan menyerangnya yang menampungnya.
(I feel only sorrow that I have failed to please. Sorrow-and not resentment-for my mother says that resentment is the most readily visible of all the sinful emotions, but sorrow can enhance one's sweetness and appeal. Resentment, the empress says, is like a snake that nests in the bosom, and it can turn and strike her who harbors it.)
Kutipan itu mencerminkan perjuangan emosional yang mendalam dari pembicara, yang mengungkapkan rasa kesedihan atas ketidakmampuan mereka untuk memenuhi harapan. Kesedihan ini kontras dengan kebencian, yang digambarkan sebagai emosi yang merusak. Alih -alih memikirkan perasaan negatif, ibu pembicara mengajarkan bahwa kesedihan dapat menyebabkan pertumbuhan dan daya tarik pribadi, meningkatkan karakter seseorang. Kebijaksanaan semacam itu menekankan pentingnya memilih kesedihan daripada kebencian pada saat -saat kegagalan.
Lebih jauh, metafora kebencian sebagai ular menunjukkan bahwa menyimpan perasaan seperti itu pada akhirnya dapat membahayakan diri sendiri. Teks ini mendorong merangkul kesedihan sebagai emosi yang lebih lembut dan transformatif, menyiratkan bahwa kerentanan dapat menjadi sumber kekuatan. Dengan mengakui perasaan sedih seseorang, pembicara menyarankan jalan menuju kekayaan emosional yang lebih besar dan koneksi dengan orang lain.