Itu selalu membuat dia salah bahwa kita harus menilai diri kita sendiri-atau, lebih biasanya, tindakan lajang orang lain, seolah-olah satu foto mengatakan sesuatu tentang seperti apa seseorang selama seluruh hidupnya. Itu bisa mengatakan sesuatu, tentu saja, tetapi hanya jika itu khas bagaimana orang itu berperilaku; Kalau tidak, tidak, semua yang dikatakan bahwa pada saat itu, dalam keadaan tertentu, godaan memenangkan kemenangan lokal.
(It had always struck her as wrong that we should judge ourselves-or, more usually, others-by single acts, as if a single snapshot said anything about what a person had been like over the whole course of his life. It could say something, of course, but only if it was typical of how that person behaved; otherwise, no, all it said that at that moment, in those particular circumstances, temptation won a local victory.)
Kutipan ini menyoroti ketidakadilan yang melekat dalam mengevaluasi individu hanya berdasarkan tindakan yang terisolasi. Penulis menyarankan bahwa menggunakan momen tunggal, atau tindakan, karena bukti definitif dari karakter seseorang pada dasarnya cacat. Ini menyiratkan bahwa penilaian semacam itu gagal menangkap keseluruhan pengalaman seseorang dan pola perilaku selama hidup mereka. Sebuah peristiwa tunggal mungkin merupakan indikasi kecenderungan seseorang, tetapi tidak menawarkan penilaian lengkap atau adil tentang siapa mereka secara keseluruhan.
Selain itu, penulis menekankan bahwa keadaan memainkan peran penting dalam bagaimana perilaku individu. Momen kelemahan atau godaan yang mengakibatkan keputusan yang buruk tidak boleh menaungi konteks kehidupan seseorang yang lebih luas. Alih -alih dengan cepat menilai orang lain, penting untuk mempertimbangkan kompleksitas dan nuansa yang mendefinisikan karakter mereka. Perspektif ini mengadvokasi pendekatan yang lebih penuh kasih dan pengertian terhadap interaksi manusia, mengakui bahwa setiap orang mampu melakukan kemenangan dan kegagalan.