Sang dewi bukanlah kekuatan luar sana di antara bintang-bintang jauh atau di luar kematian, namun ia ada di sini, saat ini, dan hidup. Dalam konsep penciptaan aktif karya filsuf Mary Daly, dia adalah sebuah kata kerja dan bukannya tidak ada sama sekali dan merupakan Wujud perempuan. Karena dewi adalah semua orang di dalam dan di sekitar kita, kekuatan keilahian dan ciptaan bersifat individual dan dimiliki oleh semua orang. Dia adalah kekuatan untuk membuat kehidupan perempuan sesuai dengan keinginan perempuan. Dengan penyewa, "Engkau Dewi", kebebasan memilih adalah isu sentral; perempuan bertanggung jawab atas siapa diri mereka dan apa yang mereka lakukan, bukan dengan rasa bersalah atau bersalah, namun dengan tanggung jawab atas tindakan dan pilihan mereka.
(The goddess is not an out-there force among the far stars or beyond death, but is here and now and living. In philosopher Mary Daly's concept of active creation, she is a verb rather than none and is women's Be-ing. Since the goddess is everyone within and all around us, the powers of divinity and creation are both individual and shared by all. She is the power to make of women's lives what women will. With the tenant, "Thou Art Goddess", free of choice is a central issue; women take charge of who they are and what they do, not with blame or guilt, but with responsibility for their actions and choices.)
Konsep dewi didefinisikan ulang, menampilkannya bukan sebagai makhluk surgawi yang jauh tetapi sebagai kehadiran langsung dalam kehidupan kita. Menurut filsuf Mary Daly, dewi mewujudkan penciptaan aktif, mewakili esensi 'keberadaan' bagi perempuan. Artinya, ketuhanan melekat pada setiap individu dan lingkungannya, sehingga mendorong keyakinan bahwa setiap perempuan memiliki kekuatan ciptaan dan mampu membentuk kehidupannya sendiri.
Dengan menganut gagasan bahwa "Engkau adalah Dewi", perempuan diberdayakan untuk mengambil tanggung jawab penuh atas identitas dan keputusan mereka. Filosofi ini mengedepankan rasa kebebasan, memungkinkan perempuan untuk membuat pilihan tanpa terjebak dalam rasa bersalah atau menyalahkan. Sebaliknya, hal ini menekankan akuntabilitas dan hak pilihan pribadi, memupuk hubungan yang lebih dalam dengan potensi ilahi mereka dalam kehidupan sehari-hari.