GRAND Illusion of Life adalah bahwa pikiran kita memiliki kapasitas untuk memahami kenyataan. Tetapi pikiran manusia tidak berevolusi untuk memahami kenyataan. Kami tidak membutuhkan kemampuan itu. Pandangan yang jelas tentang kenyataan tidak diperlukan untuk kelangsungan hidup kita. Evolusi hanya peduli bahwa Anda bertahan cukup lama untuk berkembang biak. Dan itu bar rendah. Hasilnya adalah bahwa kita masing -masing adalah hidup dalam film kecil kita sendiri yang telah dimasak oleh otak kita untuk kita jelaskan pengalaman kita

GRAND Illusion of Life adalah bahwa pikiran kita memiliki kapasitas untuk memahami kenyataan. Tetapi pikiran manusia tidak berevolusi untuk memahami kenyataan. Kami tidak membutuhkan kemampuan itu. Pandangan yang jelas tentang kenyataan tidak diperlukan untuk kelangsungan hidup kita. Evolusi hanya peduli bahwa Anda bertahan cukup lama untuk berkembang biak. Dan itu bar rendah. Hasilnya adalah bahwa kita masing -masing adalah hidup dalam film kecil kita sendiri yang telah dimasak oleh otak kita untuk kita jelaskan pengalaman kita


(The grand illusion of life is that our minds have the capacity to understand reality. But human minds didn't evolve to understand reality. We didn't need that capability. A clear view of reality wasn't necessary for our survival. Evolution cares only that you survive long enough to procreate. And that's a low bar. The result is that each of us is, in effect, living in our own little movie that our brain has cooked up for us to explain our experiences)

📖 Scott Adams

🌍 Amerika

(0 Ulasan)

Gagasan bahwa pikiran kita dapat sepenuhnya memahami realitas adalah konsep yang menyesatkan. Menurut Scott Adams dalam "Menang Besar: Persuasi di Dunia Di mana Fakta Tidak Penting," kemampuan kognitif manusia berevolusi terutama untuk bertahan hidup, bukan untuk memahami kompleksitas dunia. Akibatnya, kita tidak memiliki pandangan yang jelas atau komprehensif tentang kenyataan sebagaimana adanya, yang tidak diperlukan untuk kelangsungan hidup atau reproduksi kita.

Keterbatasan ini menunjukkan bahwa setiap individu merasakan dunia melalui lensa subyektif, seperti protagonis dalam film mereka sendiri, dibuat oleh otak mereka untuk memahami kehidupan mereka. Akibatnya, pemahaman realitas lebih tentang interpretasi pribadi daripada kebenaran objektif, menyoroti keterputusan antara persepsi manusia dan dunia aktual di sekitar kita.

Page views
651
Pembaruan
Oktober 24, 2025

Rate the Quote

Tambah Komentar & Ulasan

Ulasan Pengguna

Berdasarkan 0 ulasan
5 Bintang
0
4 Bintang
0
3 Bintang
0
2 Bintang
0
1 Bintang
0
Tambah Komentar & Ulasan
Kami tidak akan pernah membagikan email Anda dengan orang lain.