Di bandara Damaskus dia telah dipermalukan oleh apa yang dianggapnya, dan ketika dia kembali ke rumah, dia merasa marah karena apa yang bisa dia lakukan.
(In the Damascus airport she had been humiliated by what she was assumed to be, and when she returned home, she felt angry because of what she could have been.)
Dalam "Reading Lolita di Teheran," Azar Nafisi berbagi pengalamannya diteliti dan direndahkan di Bandara Damaskus berdasarkan asumsi tentang identitasnya. Momen ini menyoroti tema penilaian dan harapan masyarakat yang lebih luas yang dihadapi banyak orang, khususnya perempuan. Penghinaan yang dialaminya mencerminkan keadaannya dan stereotip yang ditempatkan padanya, menekankan perjuangan untuk identitas diri di tengah-tengah persepsi eksternal.
Setelah kembali ke rumah, Nafisi bergulat dengan perasaan marah, tidak hanya untuk penghinaan yang dia hadapi tetapi juga untuk kesempatan dan potensi yang dia rasa telah hilang. Rasa yang hilang ini berbicara tentang kerinduan yang lebih dalam akan otonomi dan ekspresi diri. Melalui narasinya, ia menggambarkan dampak mendalam dari kendala sosial pada identitas pribadi dan ketahanan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan tersebut.