Musim semi berakhir dengan ketat. Itu akan melepaskan diri dari dirinya sendiri. Itulah yang sangat nyaman dalam tragedi. Perputaran pergelangan tangan yang paling sedikit akan melakukan pekerjaan itu. . . Sisanya otomatis. Anda tidak perlu mengangkat jari. Mesin ini dalam urutan yang sempurna; Sudah diminyaki sejak waktu dimulai, dan berjalan tanpa gesekan. . . Tragedi bersih, tenang, tanpa cacat. . . Dalam sebuah tragedi, tidak ada yang diragukan dan takdir semua orang diketahui. Itu membuat ketenangan. . . Tragedi itu tenang; Dan alasannya adalah harapan itu, hal yang buruk dan licik itu, tidak memiliki bagian di dalamnya. Tidak ada harapan. Anda terjebak.
(The spring is wound up tight. It will uncoil of itself. That is what is so convenient in tragedy. The least little turn of the wrist will do the job . . . The rest is automatic. You don't need to lift a finger. The machine is in perfect order; it has been oiled ever since time began, and it runs without friction . . . Tragedy is clean, it is restful, it is flawless . . . In a tragedy, nothing is in doubt and everyone's destiny is known. That makes for tranquility . . . Tragedy is restful; and the reason is that hope, that foul, deceitful thing, has no part in it. There isn't any hope. You're trapped.)
Dalam kutipan dari "Antigone" karya Jean Anouilh, penulis merefleksikan sifat tragedi, menggambarkannya sebagai mesin yang diminyaki dengan baik yang beroperasi secara otomatis. Idenya adalah bahwa tragedi terungkap dengan mudah, dengan sedikit nasib memicu hasil yang tak terhindarkan. Prediktabilitas peristiwa tragis membawa rasa tenang, karena semuanya sudah ditentukan sebelumnya, menghilangkan ketidakpastian dan keraguan. Kenaikan ini memberikan daya tarik tertentu pada tragedi, menyajikannya sebagai keberadaan yang sempurna dan damai.
Selain itu, Anouilh menekankan bahwa tragedi itu tanpa harapan, yang ia anggap sebagai emosi yang menipu. Tidak adanya harapan menciptakan rasa jebakan, di mana karakter terbatas pada nasib mereka tanpa kemungkinan perubahan atau penebusan. Kesadaran mencolok ini berkontribusi pada sifat tragedi yang tenang dan bersih, karena menghilangkan kekacauan yang sering dikaitkan dengan harapan dan ambisi. Dalam perspektif ini, tragedi menawarkan rasa ketenangan yang aneh, menghadirkan dunia di mana takdir diselesaikan dan tidak ada perjuangan melawan yang tak terhindarkan.