Orang Kuat melanjutkan tinjauan mentalnya. Dan orang-orang kudus kecil di kota itu adalah. . . tidak jelas ya, jauh dari bantuan, jauh dari arus utama, sendirian di tengah lahan pertanian yang bergulir. . . tidak dikenal. Itu adalah tempat yang sempurna untuk memulai prosesnya. Wajahnya yang kejam menjadi tegang dan pahit. Sampai mereka mulai berdoa. Hingga mereka tidak lagi merasa nyaman dan mulai menangis di hadapan Tuhan! Hingga mereka mulai merebut kembali kekuasaan. . . Orang Kuat itu menutup bibirnya. Salib? ajudan itu mengajukan diri.
(The Strongman continued his mental review. And the petty little saints in the town were . . . obscure, don't you see, far from help, far from the mainstream, alone amid the rolling farmlands . . . unknown. It was a perfect place to begin the process. His beastly face grew tight and bitter. Until they started praying. Until they ceased being so comfortable and started weeping before God! Until they began to reclaim the power of the . . . The Strongman sealed his lips. The Cross? the aide volunteered.)
Orang Kuat merefleksikan keadaan orang-orang suci di kota yang tidak jelas dan terisolasi, yang hidup jauh dari pengaruh dunia luar dan tampaknya sendirian dalam perjuangan mereka. Dia memandang tempat ini sebagai titik awal yang ideal untuk menimbulkan ketakutan dan kekacauan. Sikapnya menjadi tegang dan kesal saat dia memikirkan rasa puas diri mereka saat ini.
Namun, pemikirannya beralih ketika ia mempertimbangkan potensi kekuatan doa mereka. Keberadaan orang-orang kudus yang nyaman akan segera terganggu karena permohonan mereka yang tulus kepada Tuhan dapat mengganggu rencana-Nya. Terlepas dari niatnya untuk mempertahankan kendali, Orang Kuat diingatkan akan kekuatan yang ditemukan dalam pengabdian spiritual, mengisyaratkan kemungkinan bentrokan antara kegelapan dan iman.