Memang saya setuju dengan Rupert Murdoch bahwa 'Halaman 3' adalah 'kuno' dan penghapusan berdasarkan hal itu masuk akal, tetapi tentunya 'Halaman 3' adalah sebuah institusi?
(Admittedly I agreed with Rupert Murdoch that 'Page 3' is 'old fashioned' and the removal based on that is plausible, but surely 'Page 3' is an institution?)
Kutipan tersebut menyentuh perdebatan yang sedang berlangsung seputar elemen media tradisional seperti 'Halaman 3', sebuah fitur yang secara historis dikaitkan dengan surat kabar tabloid yang sering menampilkan model topless. Pembicara mengaku setuju dengan Rupert Murdoch bahwa konten tersebut mungkin dianggap ketinggalan jaman, dan menyiratkan bahwa penghapusan konten tersebut dapat dibenarkan dengan mengubah standar masyarakat. Namun, mereka secara bersamaan menyatakan bahwa 'Halaman 3' telah menjadi lebih dari sekedar halaman; itu telah berkembang menjadi institusi budaya. Hal ini menyoroti hubungan kompleks yang dimiliki masyarakat dengan medianya dan kontradiksi yang melekat dalam kemajuan dan tradisi.
Berkaca pada hal ini, menarik untuk mempertimbangkan bagaimana fitur-fitur media tertentu, yang pernah dianggap provokatif atau kontroversial, dapat memperoleh makna budaya. Mereka menjadi tertanam dalam tatanan sosial, memicu perdebatan tentang moralitas, kebebasan berekspresi, dan tradisi. Meskipun sudut pandang modern cenderung mendorong konten yang lebih terhormat atau progresif, lembaga-lembaga ini sering kali membangkitkan nostalgia atau melambangkan identitas khas suatu era tertentu.
Komentar ini menggarisbawahi bagaimana nilai-nilai masyarakat berubah-ubah dan bagaimana media mempengaruhi persepsi tentang kesopanan dan warisan budaya. Gagasan bahwa 'Halaman 3' adalah sebuah institusi menunjukkan bahwa ini bukan sekedar tentang gambar atau halaman, namun tentang apa yang mereka wakili: sebuah ruang simbolis untuk bentuk ekspresi tertentu. Menghapuskan hal-hal tersebut dapat mengakibatkan hilangnya identitas budaya, sehingga memicu perdebatan mengenai apakah kemajuan memerlukan penghancuran tradisi atau apakah keduanya dapat hidup berdampingan. Pada akhirnya, kutipan tersebut menekankan pentingnya memahami apa yang kita lestarikan dan apa yang kita pilih untuk diubah dalam lanskap budaya.
Singkatnya, hal ini menimbulkan pertanyaan penting tentang sifat perubahan masyarakat dan peran media dalam membentuk institusi budaya—apakah kita secara pasif menerima perubahan tersebut atau secara aktif terlibat dengan makna perubahan tersebut terhadap identitas kolektif kita.